LAPORAN
PRAKTIKUM
FORMULASI
DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID
“SUPPOSITORIA”
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam menempuh mata kuliah Formulasi
dan Teknologi
Sediaan Semi Solid
Disusun
oleh
Selfia
Mona Peggystia 11.094
AKADEMI
FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG
Juli 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam
penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai
macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah
dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri.
Ahli
farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan
untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh
masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar
seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum.
Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu, mudah dibawa, mudah pada
pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit
tubuh.
Berbagai
macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya
yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para
ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat.
Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan
formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan
yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.
1.2 Tujuan
· Mengetahui
langkah-langkah cara pembuatan sediaan suppositoria yang baik dan tepat.
1.3 Manfaat
· Dapat
memahami langkah-langkah dalam pembuatan sediaan suppositoria.
· Untuk
dapat mengaplikasikan di dunia kerja.
· Untuk
menambah wawasan dan ketrampilan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
Suppositoria
Suppositoria adalah
sediaan padat yang digunakan melalui dubur, berbentuk torpedo, dapat melunak,
melarut atau meleleh pada suhu tubuh. (Moh. Anief. 1997)
Suppositoria
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
rectal, vagina atau uretra. (Farmakope Indonesia Edisi IV)
Suppositoria adalah sediaan padat yang
digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau
meleleh pada suhu tubuh. ( Farmakope Indonesia Edisi III)
Suppositoria adalah
sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada suhu tubuh, digunakan dengan
cara menyisipkan ke dalam rectum, berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya,
umumnya berbentuk torpedo. (Formularium Nasional)
Jadi,
suppositoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat yang berbentuk
torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga melalui lubang di
area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah muntah, tidak sadar
atau butuh penanganan cepat.
2.2
Macam-macam Suppositoria
a.
Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk
rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria rektum
panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya
tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau
jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang
digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum
cacao (Ansel, 2005).
b.
Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk
vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti
kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g, apabila basisnya oleum cacao.
c.
Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria
untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya rampiung seperti pensil,
gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran
urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun
ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao
beratnya ± 4 g. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran
untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
d.
Suppositoia untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk
hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk sama
dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya
32 mm. Suppositoria telinga umumnya diolah dengan suatu basis gelatin yang
mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat
hidung dan telinga sekarang jarang digunakan.
2.3 Tujuan Penggunaan
Supositoria
1. Untuk
tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi
lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat
diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila
penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah
muntah atau pingsan.
2. Untuk
memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat
diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh
darah.
3. Untuk
menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).
2.4 Keuntungan dan Kerugian Supositoria
2.4.1 Keuntungan Supositoria:
a.
Dapat menghindari terjadinya iritasi
pada lambung.
b.
Dapat menghindari keruskan obat oleh
enzim pencernaan dan asam lambung.
c.
Obat dapat masuk langsung kedalam
saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih
cepat daripada penggunaan obat
peroral.
d.
Baik bagi pasien yang mudah muntah atau
tidak sadar.
2.4.2 Kerugian Supositoria:
a.
Pemakaiannya tidak
menyenangkan.
b.
Tidak dapat disimpan pada
suhu ruang.
2.4.3
Persyaratan Supositoria
Sediaan
supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Supositoria
sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut
(persyaratan kerja obat).
2. Pembebasan
dan responsi obat yang baik.
3. Daya
tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan,
penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang
baik, dan stabilitas yang memadai
dari
bahan obat).
4. Daya
serap terhadap cairan lipofil dan
hidrofil.
2.5 Basis supositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan
melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan
peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat utama,
yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun
melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang
dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek
terapi lokal maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai
beberapa sifat seperti berikut:
1.
Tidak beracun dan tidak menimbulkan
iritasi.
2.
Dapat bercampur dengan bermacam-macam
obat.
3.
Stabil dalam penyimpanan, tidak
menunjukkan perubahan warna dan bau serta pemisahan obat.
4.
Kadar air mencukupi.
5.
Untuk basis lemak, maka bilangan asam,
bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus diketahui jelas.
2.5.1 Persayaratan
Basis Suppositoria
1. Secara
fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat
disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu keras, juga
oleh kasarnya bahan obat yang diracik).
2. Secara
kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).
3. Tanpa
alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).
4. Interval
yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung
cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam
cetakan).
5. Interval
yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini
dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan
daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).
2.5.2
Macam-macam Basis Suppositoria
1.
Basis berlemak, contohnya: oleum cacao.
2.
Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween dengan gliserin laurat.
3.
Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-gelatin, PEG
(polietien glikol).
2.5.3 Bahan
Dasar Supositoria
1. Bahan dasar berlemak: oleum cacao
Lemak coklat merupakan trigliserida
berwarna kekuninagan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai
banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai
mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa
massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair
sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal menstabil.
Ø Keuntungan oleum cacao:
a.
Dapat melebur pada suhu tubuh.
b.
Dapat memadat pada suhu kamar.
Ø Kerugian oleum cacao:
a.
Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran).
b.
Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila
ditambahkan dengan bahan tertentu.
c.
Meleleh pada udara yang panas.
2. PEG (Polietilenglikol)
PEG
merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000.
Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500
(carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di
bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti
malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut:
1.
Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4%
(25%) dan PEG 1000 96% (75%).
2.
Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG
6000 50% dan aqua+obat 20%.
Titik lebur PEG antara
35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan
sekresi tubuh.
Ø Keuntungan
menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:
1.
Tidak mengiritasi atau merangsang.
2.
Tidak ada kesulitan dengan titik
leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao.
3.
Tetap kontak dengan lapisan mukosa
karena tidak meleleh pada suhu tubuh.
Ø Kerugian
jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain:
1.
Menarik cairan dari jaringan tubuh
setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa yang
menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara
mencelupkan supositoria ke dalam air
dahulu sebelum digunakan.
2.
Dapat memperpanjang waktu disolusi
sehingga menghambat pelepasan obat.
Pembuatan supositoria dengan PEG
dilakukan dengan melelehkan bahan dasar, lalu
dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan
supositoria dengan bahan dasar lemak
coklat.
2.6 Faktor-faktor yang
mempengaruhi Absobsi Obat per Rektal
Rektum
mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2 dan kapasitas dapar rendah. Epitel
rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka diutamakan permeabel terhadap obat
yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut lemak).
2.7 Nilai Tukar
Nilai tukar adalah nilai yang digunakan untuk
mengurangi kadar zat aktif. Tujuan dari pengurangan zat aktif adalah
meminimalisir over dosis yang ditimbulkan. Karena zat aktif yang tertera pada
literature merupakan kadar zat aktif yang digunakan secara oral, maka pada
penggunaan untuk rectal kadar zat aktif harus dikurangi. Hal ini berkaitan
dengan proses farmakokinetik di dalam tubuh. Untuk obat-obat oral prosesnya
melalui ADME sedangkan untuk obat-obat lokal (suppo) prosesnya tidak
melalui ADME melainkan langsung diserap oleh permukaan mukosa rectal, kemudian masuk ke pembuluh
darah selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah. Oleh karena itu, jika zat
aktif masih menggunakan dosis oral, maka dikhawatirkan terjadi over dosis pada
pasien.
Pada pembuatan supositoria
menggunakan cetakan, volume supositoria harus tetap. Tetapi, bobotnya
beragam tergantung pada jumlah dan bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya
ekstrak belladonea dan garam alkaloid.
Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot
minyak cokelat yang mempunyai volume yang sama dengan 1g obat. Berikut adalah
tabel nilai tukar:
Nama Obat
|
Nilai tukar ol cacao per 1g
|
Acidum
boricum
|
0.65
|
Garam
alkaloid
|
0.7
|
Bismuth
subgallas
|
0.37
|
Ichtammolum
|
0.72
|
Tanninum
|
0.68
|
Aethylis
aminobenzoas
|
0.68
|
Aminoplhylinum
|
0.86
|
Bismuth
subnitras
|
0.20
|
Sulfonamidum
|
0.60
|
Zinci
oxydum
|
0.25
|
Dalam praktik, nilai tukar beberapa
obat adalah 0.7 kecuali untuk garam Bismuth dan Zincy Oxydum. Untuk larutan
nilai tukarnya dianggap satu. Bila supositoria mengandung obat atau zat padat
yang banyak, pengisian pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi dengan campuran
massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk
membuat supositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara menggunakan
perhitungan nilai tukar.
2.8 Uji Bahan Aktif
1.
Titik lebur
Titik
lebur adalah suhu di mana zat yang kita uji pertama kali melebur atau meleleh
seluruhnya yang ditunjukan pada saat fase padat cepat hilang. Dalam analisa
farmasi titik lebur untuk menetapkan karakteristik senyawa dan identifikasi
adanya pengotor. Untuk uji titik lebur di butuhkan alat pengukuran titik lebur
yaitu, Melting Point Apparatus (MPA) alat ini digunakan untuk melihat atau
mengukur besarnya titik lebur suatu zat.
2.
Bobot jenis
Bobot
jenis adalah perbandingan bobot jenis udara pada suhu 25 terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang
diperoleh dengan membagi bobot jenis dengan bobot air dalam piknometer. Lalu
dinyatakan lain dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25. (FI IV hal 1302). Bobot jenis dapat digunakan untuk:
§ Mengetahui
kepekaan suatu zat
§ Mengetahui
kemurniaan suatu zat
§ Mengetahui
jenis zat
Piknometer
untuk menentukan bobot jenis zat padat dan zat cair. Zat padat berbeda dengan
zat cair, zat padat memiliki pori dan rongga sehingga berat jenis tidak dapat
terdefinisi dengan jelas. Berat jenis sejati merupakan berat jenis yang
dihitung tanpa pori atau rongga ruang. Sedangkan berat jenis nyata merupakan
berat jenis yang di hitung sekaligus degan porinya sehingga nyata < sejati.
2.9 Metode Pembuatan
Pembuatan supositoria
secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan dipilih agar meleleh
pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika
obat sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran
obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan
supositoria kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu
homogenitas zat aktif dengan bahan dasar.
Cetakan
suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun
ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah
dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi
massa yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria harus dibuat
berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih dahulu
dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap Liniment) agar sediaan tidak
melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk
supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya
dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus supositoria
dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan tidak diperlukan, karena
bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga mudah dilepas dari cetakan pada
proses pendinginan.
Metode pembuatan supositoria
dibagi menjadi 3 yaitu:
a.
Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah
dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki.
Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan
mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah
dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis
tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan
pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.
b.
Dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi
suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston
pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong
kedalam cetakan.
c.
Dengan mencetak tuang
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas
air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan,
kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya
massa dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya
dilapisi krom atau nikel.
2.10 Pengemasan Supositoria
a.
Supositoria gliserin dan
supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat
supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi supositoria.
b.
Supositoria yang diolah
dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu
sama lain pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah perekatan.
c.
Supositoria dengan
kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya dibungkus satu per satu dalam
bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal (alumunium foil).
2.11Evaluasi
Sediaan
Pengujian sediaan supositoria yang
dilakukan sebagai berikut:
1.
Uji homogenitas
Uji homogenitas ini
bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata dengan bahan
dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi
proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang
berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian
suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian
diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya
dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2.
Bentuk
Bentuk suppositoria
juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sediaan
suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa
sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena
akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah
suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai
bentuk torpedo.
3.
Uji waktu hancur
Uji waktu hancur ini
dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam
tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama
dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000
waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika
melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk
digunakan dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air? Dikarenakan sebagian
besar tubuh manusia mengandung cairan.
4.
Keseragaman bobot
Keseragaman bobot
dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum,
jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap
kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur.
Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian
dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan
kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat
aktif dari masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif
terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata
maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot.
Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat
dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi
yang sama pula.
5.
Uji titik lebur
Uji
ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan
supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan
air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati
waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3
menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6.
Kerapuhan
Supositoria
sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh.
Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong
horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang
melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar,
kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan
jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
7.
Volume Distribusi
Volume distribusi (Vd)
merupakan parameter untuk untuk menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh
dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan
volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh.
Tubuh dianggap sebagai
1 kompartemen yang terduru dari plasma atau serum, dan Vd adalah jumlah obat
dalam tubuh dibagi dengan kadarnya dalam plasma atau serum.
Keterangan :
X = jumlah obat dalam
tubuh C = kadar obat dalam plasma atau serum
DIV = dosis
obat dalam pemberian IV Doral = dosis obat dalam pemberian oral
F = fraksi dosis oral yang mencapai
peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif.
= bioavailabilitas absolute obat oral
Co= kadar plasma atau serum pada waktu T =
0 (ekstrapolasi garis eliminasi ke t = 0 )
Besarnya Vd ditentukan oleh
ukuran dan komposisi tubuh, kemampuan molekul obat memasuki berbagai
kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan
berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam jaringan mempunyai kadar dalam
plasma yang rendah sekali sedangkan Vd
nya besar (misalnya, digoksin). Untuk obat yang terikat dengan kuat pada
protein plasma mempunyai kadar plasma yang cukup tinggi dan mempunyai Vd
yang kecil (misalnya, warfarin, tolbutamid dan salisilat).
2.12Monografi
Monografi
bahan dalam pembuatan sediaan supositorian adalah sebagai berikut:
1. Aminophyllinum, Teofilin
Etilendiamin (FI IV hal 90)
Pemerian:
butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau ammonia lemah, rasa pahit.
Jika dibiarkan di udara terbuka, perlahan-lahan kehilangan etilenadiamina dan
menyerap karbon dioksida dengan melepaskan teofilin. Larutan bersifat basa terhadap
kertas lakmus.
Kelarutan:
tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan 1 g dalam 25 air menghasilkan
larutan jernih, larutan 1 g dalam 5 ml air menghablur jika didiamkan dan larut
kembali jika ditambah sedikit etilenadiamina.
Khasiat:
obat asma.
2 Bisakodil, Bisacodylum
(FI IV hal 144)
Pemerian:
serbuk hablur, putih sampai hampir putih, terutama terdiri dari partikel dengan
diameter terpanjang lebih kecil dari 50 µm.
Kelarutan:
praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, dan dalam benzene, agak
sukar larut dalam etanol dan dalam methanol, sukar larut dalam eter.
Khasiat:
obat laksativum atau memperlancar BAB.
3. Oleum Cacao
(FI-III hal 453)
Lemak
coklat adalahcoklat padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theo Broma
Cacao L. yang telah dikupas/ dipanggang.
Pemerian:
lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa khas lemak agak rapuh.
Kelarutan:
sukar larut dalam etanol (95 %)P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P
dan dalam eter minyak tanah P.
Suhu
lebur: 310 – 340 C.
Khasiat:
zat tambahan.
2.13 Alasan Pemilihan Bahan
a.
Amynophyllinum
Sebagai bahan aktif yang berkhasiat untuk mengobati
asma, zat aktif ini dibuat dalam bentuk suppositoria karena untuk asma
membutuhkan penanganan yang cepat. Efek terapi yang diberikan jika sediaan
dalam bentuk suppositoria lebih cepat daripada dalam bentuk oral. Sediaan dalam
bentuk oral, kerja obatnya harus melalui absorbsi terlebih dahulu, sedangkan
sediaan suppositoria tidak melalui absorbsi sehingga efek terapi yang diberikan
akan lebih cepat.
b.
Oleum
Cacao
Oleum Cacao
berdaya guna dalam melepaskan zat aktif daripada yang lain, karena mempunyai titik lebur pada suhu 31°-34°. Dibuat dalam bentuk
suppositoria ditujukan untuk melebur pada suhu tubuh, karena oleum cacao
digunakan sebagai bahan dasar suppo yang ketambahan zat aktif, jadi titik
leburnya akan menjadi 35°-37°. Obat yang
larut dalam air yang dicampur dengan oleum cacao, pada umumnya memberi hasil
pelepasan yang baik. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: 581). Pada bahan
tambahan oleum cacao ini dilebihkan 10% pada basisnya, sebab basis saat
dileburkan selain melebur juga menguap, sehingga berkurang. Selain itu saat di
dinginkan basis akan menyusut dan berkurang oleh karena itu harus dilebihkan
10% pada basisnya.
c. Bisakodil
Sebagai bahan
aktif yang berkhasiat untuk menghilangkan rasa nyeri pada buang air besar.
Dibuat dalam bentuk suppositoria karena bentuk sediaan ini akan membantu
memberikan efek terapi yang lebih cepat dari pada dalam bentuk oral. Sediaan dalam bentuk oral, kerja obat harus melalui
absorbsi terlebih dahulu, sedangkan sediaan suppositoria tidak melalui absorbsi
sehingga efek terapi yang diberikan akan lebih cepat.
2.14 Cara pemberian
Pemberian obat dengan sediaan suppositoria dengan memasukkan obat melalui
anus atau rektum dalam bentuk suppositoria
Petunjuk pemakaian: cuci tangan
sampai bersih, buka pembungkus suppositoria, kemudian tidur dengan posisi
miring. Supositoria dimasukkan ke rektum dengan cara bagian ujung supositoria
didorong dengan ujung jari, kira-kira ½-1 inci pada bayi dan 1 inci pada
dewasa, bila perlu ujung supositoria di beri air untuk mempermudah penggunaan.
Untuk nyeri dan demam satu supositoria diberikan setiap 4–6 jam jika
diperlukan. Gunakan supositoria ini 15 menit setelah buang air besar atau tahan
pengeluaran air besar selama 30 menit setelah pemakaian supositoria.
Hanya untuk pemakaian rektal. Hentikan penggunaan dan hubungi dokter jika
sakit berlanjut hingga 3 hari. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika tertelan
atau terjadi over dosis segera hubungi dokter (Monson, 200
BAB III
METODOLOGI
KERJA
3.1 Formulasi Resep
Ø Resep 1 (FORNAS,
21) à Obat Asma
R/ Aminophylinum 250
mg
Ol. Cacao qs
m.f supp dtd No. II
S 2 dd 1 supp
Ø Resep 2 (FORNAS, 51) à Obat untuk Sembelit
R/ Bisacodil
5 mg
Oleum Cacao
qs
m.f supp dtd
No. II
S 1 dd 1 supp
(malam hari
sebelum tidur, (ISO; 484-DULCOLAX))
3.2 Perhitungan Bahan
a. Aminophyllinum
Nilai
tukar : 0,86
Amino yang
diperlukan = 2 x 0,25
g = 0,5 g
Berat suppo = 2 x 2 g = 4 g
Nilai tukar = 0,5 g x 0,86 = 0,43 g
lemak yg dibutuhkan (ol. Cacao) = 4 g – 0,43g = 3.57 g
Tambahan lemak (ol.cacao)10% = 10/100 x 3.57 g = 0.357 g
Jadi, tambahan lemak (ol.cacao) = 3.57 g + 0.357 g = 3.927
g
b.
Bisacodil =
10 mg x 2 = 20 mg = 0,02 g
Nilai tukar = 0,7 x
0,02 g = 0,014 g
Bisacodil yg diperlukan = 0,014 g = 14 mg
·
Pengenceran
bisacodil
Missal
penambahan 300 mg SL = 84
mg
Bisacodil
= 50 mg
SL
= 250 mg
Jadi sisa
pengenceran = 300 mg – 84 mg = 216 mg
·
Karena
bisacodil yg diperlukan 14 mg,
Maka 84
mg – 14 mg = 70 mg
·
Berat suppo =
2 g x 2 = 4 g
·
Lemak yg
dibutuhkan = 4 g – 0,014 g = 3,986 g
·
Tambahan lemak
(10%) = x 3,986 g = 0,3986
g
·
Jadi tambahan
lemak menjadi = 3,986 + 0,3986 = 4,3846 g
3.3 Alat & Bahan
Alat:
1. Timbangan,
anak timbangan, penara
2. Perkamen
3. Cawan
porselen
4. Sendok
tanduk
5. Sudip
6. Batang
pengaduk
7. Mortir
8. Stamper
9. Serbet
10. Pencetak supositoria
Bahan:
1. Aminofillin
2. Oleum
cacao
3. Bisakodil
4. Alumunium
foil
5. Saccharum
Lactis
3.4
Prosedur Kerja
Resep 1.
a. Disiapkan
alat dan bahan.
b. Disetarakan
timbangan.
c. Ditimbang
aminofillin 430 mg.
d. Ditimbang
ol cacao 3.927g.
e. Dioleskan
paraffin dalam cetakan supositoria.
f. Dilebur oleum cacao hingga berbentuk seperti massa
krim, diangkat.
g. Dimasukkan
aminofillin ke dalam hasil leburan, diaduk ad homogen.
h. Dituang
ke dalam cetakan supositoria.
i.
Dibiarkan dingin dahulu, kemudian
dimasukkan kulkas agar memadat (membeku).
j.
Disiapkan alumunium foil sebagai kemasan.
k. Dilepas
supositoria dari cetakan, dibungkus dengan alumunium foil.
l.
Dimasukkan plastik dan diberi etiket
biru.
Resep 2 (Bisakodil)
1.
Disiapkan alat dan bahan.
2.
Dibersihkan alat.
3.
Disetarakan timbangan.
4.
Ditimbang Bisakodil dengan
pengenceran 50 mg di timbangan halus, ditimbang SL 250 mg. Lalu
dimasukkan kedalam mortir, digerus sampai halus lalu disisihkan.
5.
Ditimbang ol.cacao 4,3846 g
dengan cawan porselen di timbangan kasar, lalu dileburkan diatas penangas.
Setelah melebur, diangkat.
6.
Dimasukkan bisakodil
kedalam cawan porselen yang berisi leburan ol.cacao, diaduk rata.
7.
Disiapkan cetakan suppo lalu
diolesi paraffin dengan kuas.
8.
Dituang sediaan dalam
cetakan yang sudah siap.
9.
Ditunggu sampai sedikit
dingin kemudian dimasukkan kedalam kulkas.
10.
Disiapkan alumunium foil
sebagai pembungkus supositoria, setelah mengeras dikeluakan supositoria dari
cetakan lalu dibungkus dengan alumunium foil.
11.
Dimasukkan kedalam plastic
klip kedan beri etiket biru.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Uji Homogenitas
1. Diambil
tiga 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri).
2. Masing-masing
bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop.
3. Cara
selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
Uji Keseragaman Bentuk dan Ukuran
1. Diambil
suppositoria yang sudah di buat.
2. Diamati
satu dengan yang lainnya bentuk dan ukurannya sesuai standar supo (berbentuk
torpedo).
Uji Waktu Hancur
1. Supo
dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh manusia, selama 3
menit.
Uji Keseragaman Bobot
1. Timbang
suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya.
2. Hitung
persen kelebihan masing-masing suppo terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/ variasi
bobot yang didapat tidak boleh lebih dari ± 5%
(Anonim b, 1995).
Uji Kerapuhan
1. Supositoria
dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian
yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar.
2. Kemudian
diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau
batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
4.2
Pembahasan
Dalam praktikum ini, dibuat sediaan suppositoria. Dimana pada pembuatan
ini, ada dua resep yang dibuat. Pembuatan resep pertama, yang dilakukan adalah
menimbang bahan. Setelah itu dioleskan paraffin dalam cetakan suppo, dilebur
oleum cacao hingga berbentuk seperti massa krim. Masukkan aminophyllin kedalam
hasil leburan, aduk ad homogen. Dituang dalam cetakan suppo, dibiarkan dingin
dahulu, kemudian dimasukkan kedalam kulkas agar memadat. Dilepaskan suppo dalam
cetakan, bungkus dengan alumunium foil yang sudah disiapkan, masukkan kedalam
plastik dan diberi etiket.
Pembuatan
resep kedua, yang pertama dilakukan menimbang semua bahan. Oleum cacao
dileburkan diatas penangas, diangkat. Kemudian bisakodil dimasukkan ke dalam
cawan porselen yang berisi oleum cacao, diaduk merata. Dituang sediaan kedalam
cetakan suppo yang sudah diolesi dengan paraffin. Dimasukkan kedalam kulkas
agar memadat, kemudian tunggu beberapa saat. Keluarkan suppo dari cetakan,
kemudian bungkus dengan alumunium foil, masukkan kedalam plastik, diberi
etiket. Kedua sediaan suppo yang dibuat memenuhi syarat, karena pada cara
pembuatan sudah benar dan tepat sehingga sediaan menjadi bagus dan tidak rusak.
Keren mbk :D
BalasHapuscopas ke blog saya ya mbak atas blog mbak juga
Dartar pustakanya mba ?
BalasHapusDartar pustakanya mba ?
BalasHapusboleh minta daftar pustaka?
BalasHapusboleh minta daftar pustakanya nmba
BalasHapus