Jumat, 19 Mei 2017

~Sepekan Saja~

Sempat ditata apa yang dikata
Sehingga kata tak perlu ditata
Sempat pula tersembunyi dalam-dalam
Apa saja yang terpendam dalam hati yang terdalam

Sembari waktu menemukan pertemuan
Menjadi sahabat dikala pekan ini
Sementara saja,
Melainkan ku inginkan lebih lama lagi

Ada hasrat yang beradu begitu keras
Kian merintih dalam dalam
Namun aku jua tak semampai ingin melampauinya
Suatu kehendak yang bicara sendiri

Yang inginkan perdamaian di hati
Yang inginkan perdamaian dari kerinduan yang telah lama membendung

Entahlah, terkadang keinginan hanya sebatas kata saja
Tak mampu menorehkan arti ingin yang sebenarnya
Tanpa merasakan perdebatan di hati
Dan menyisakan suatu kerinduan tanpa ada penyiksaan
~Perdamaian Waktu~

Tak semestinya hati bergurau
Bila inginkan rindu yang mendalam
Betapa pula gurauan dalam dalam
Simpanlah, lalu berikan senyuman dalam termanis

Waktupun ingin berlalu
Tapi waktuku tak ingin berlalu denganmu
Hanya saja, waktu sekarang sedang berdamai dengan kita
Maka patutlah kita untuk patuh pada rasa yang kian merindu

Janganlah merindu terus-terusan
Jikala tak menghasilkan pertemuan yang berdamai dengan rasa
Karena rasa rindu tiadalah imbangnya dengan pertemuan
~Tak Berandai, Namun Cita-cita~

Bahasa hati yang kian beradu dalam inginnya
Bak gelombang ombak keras yang menampar bebatuan
Sementara menjelma menjadi lenguhan kesakitan yang bertopeng
Dalam lamunan atas kesetiaan derita yang menemani

Bahasa hati yang kian beradu dalam cahaya terang
Bak matahari yang bila menampakkan dirinya
Berkedip-kedip ketika memandanginya
Seolah tak kuasa menahannya

Dan ketika bahasa hati inginkan cita-cita
Sekeras perjuangan ternodai keringat
Bukan saja berandai-andai
Bukan pula hanya mimpi, melainkan impian nyata yang tak berandai
~Rasa Yang Terbayang~

Kulihat pula tentangmu yang membayang
Seakan terusik dengan balutan kenangan
Jauh hatiku memandang hingga terbayang
Dalam kenangan yang entah berantah

Mengapa ingatan itu enggan menjauhiku ?

Tiap kali aku memeras pikiranku
Ingin melupakan bertubi-tubi kenangan
Kali keduanya ku tak sanggup
Bila hanya meninggalkan kesakitan yang bertanya
~Jikala Hati~

Jika sedih hanya menemani
Hati tiadalah tenang
Jika hati sekeras batu
Perkataanpun seperti ombak
Bergemuruh dengan hempasan keras

Jika hati seperti kaktus
Berduri tajam nan cantik
Cantiknya memukau, namun berduri tajam
Enggan dan pergilah

Jika hati seperti daun putri malu
Malulah hati jika berbuat tak baik

Jika hati selembut sutra
Banyak kiranya yang menyukai
Bahkan menyayangi,
Barangkali mencintai dengan sepenuh hati

~Lalu Aku Seperti~

Lalu aku seperti hujan
Yang tiada imbangnya
Pada malam datang
Bergemuruh riang
Tanpa diminta, tanpa pamit

Pekikan malam syahdu
Dengan gemulai awan hitam
Laksana rasa yang kian merintih
Dalam tangis yang terisak

Bathin seakan tergores luka
Dalam perih, dalam pahit yang mendalam
Menyentuh relung hati

Aku pandai tuk mengeluh
Tapi aku tak pandai menghayatinya
Seolah menghujamkan rasa
Yang menawarkan diri kepadaku

Lalu aku seperti angin
Mengudara jauh ke perantauan
Hingga kini termenung dalam angan-angan

Lelah yang menyapaku
Tek hentinya ingin menemani
Tanpa sempat ku tengok
Ku acuhkan saja

Dalam sendiri yang bertanya
Entah kapan peraduan rasa kian menghilang
Mengikat dalam dalam
Tanpa pikir rasa yang menjenuhkan

Lalu aku seperti daun
Diantara banyak kawannya
Mengibaskan diri terjatuh
Tanpa sedikit menolehku

Aku hening dalam lamunan kesendirianku
Hingga embun pun datang menemani dengan semangatnya
Terjatuh kesekian kalinya
Memandangi diri berkaca-kaca

Betapa pun rasanya,
Ini ujian kesabaranku

Lalu aku ingin seperti bunga mawar
Yang semerbak wanginya tercium
Melambangkan keberanian pada warna merah
Ketulusan pada putihnya

Putih hati isyarat ketulusan
Tak terbalas maka tak apa
Tak terusik maka tak apa jua
Hening tiap sendiriku
Dalam penantian kesabaran

Lalu aku ingin seperti matahari
Yang tak pernah kalah bersinar
Memadukan kasihnya pada dunia

Walau sempat berjatuhan
Kan ku mulai kembali
Karena tanpa merasakan terjatuh
Hati ini takkan terlatih untuk kuat
"Rindu"
(Mona)

Bukan rindu namanya jika tak mengalun indah dengan rasa
Bukan rindu pula jika tak mengudara dengan rasa
Bukan rindu tanpa terbait dengan kata cinta

Rindu serindu-rindunya...
Mengalun dengan irama rasa cinta
Dalam sajak yang mengilustrasikan rindu tentang cinta
Dalam tempo yang tak biasa

Biarkan rindu bicara soal rasa
Rasa yang mengudara nan jauh
Karena sejatinya rindu ada padamu
Biarkan rindu yang menggetarkan hati
Karena sejatinya rindu ada dihati

Rindu segerakan tuk berjumpa
Dengan pemilik sejatinya rindu
"Engganlah"
(Mona)

Ada sentuhan hati jikala pikiran berkecamuk dengan asa
Tidak melulu soal rindu atau pun cinta
Sentuhan hati ini bergelora dengan rasa asa
Asa yang amat sangat pedih

Menggelitik di tiap pikirku
Berusaha menemani tanpa kuminta
Menjelma tiap tiap sendiriku

Ketersiksaan ini menghukumku
Tanpa diadili dengan keluhku
Melukai relung hati tanpa disadari
Goresannya pun masih terasa

Entahlah,
Sentuhan hati ini membuat aku pilu
Termenung dalam pikir yang entah kemana
Sentuhan hati yang tak biasa
Meninggalkan bekas asa
Tanpa izin, tanpa pamit

Sentuhan asa yang melekat selalu di hati
Perasaku goyah,
Perasaku kelu,
Perasaku pilu tanpa permintaan

Wahai perasa,
Pamitlah dan engganlah datang kembali
Karena sudah cukup untuk sentuhan perasa dihati ini
Wahai perasa,
Indahkanlah jika menghampiri dengan rekaman kenangan

Tak sanggup bila sentuhan perasa yang asa
Karena asa kan membendungkan diri
Tanpa tahu rahasia asa yang sebenarnya

Ketika Fajar 03.24
(selfiamona@blogspot.com)

Berpijaklah pada pagi yang berdendang
Meraup wudhu dalam basuhan
Lalu mengagungkan nama Allah

Ilustrasi fajar pun menyapa dengan sejuta ungkapan
Menjelma dalam sekejap malam
Terekam dalam memori kehidupan

Penghujung tahun dengan jutaan lautan manusia
Merayakan dengan gemerlap cantiknya kembang api
Dengan kerasnya suara terompet bersahutan

Kini fajar melambaikan tangan
Pada tahun yang telah berlalu
Meninggalkan balutan tebal yang menjadi kenangan

Pancaran cahaya di pagi nan buta
Dengan tebaran embun di dedaunan
Malu-malu tanpa perasa
Sedikit malu membawa senyum
Untuk tahun baru yang telah datang
               Pengujung Rasa
                    (Mona)

Ketika rasa menjadi keluh
Ketika keluh berganti peluh
Peluh pun berganti asa

Kepada siapa rasa kan mengadu ?
Jikala keluh saja tak meredam
Kepada siapa keluh kan terkeluhkan
Jikala asa saja sudah menghampiri

Hanya diam tanpa bahasa
Dengan imajinasi yang entah kemana
Mengalun indah dalam sanubari

Hening, redup tanpa cahaya
Melukiskan arti peluh yang sudah menjadi asa
Tak perlu ku ceritakan lagi keluhku
Tak perlu, cukup di mengerti saja !

Rasa yang entah kapan tak bertanya
Rasa yang tak berarti lagi tuk dikeluhkan
Karena rasa memiliki masa
Masa yang kan ku indahkan dan segerakan
Tanpa pengujung rasa