Dua
kalimat yang sinkron, yang baru saja aku sadari memiliki banyak arti,
pertanyaan, dan menyangkut pengalamanku. Sebenarnya ini bukan apa-apa, sekedar
iseng aja buat tulisan dari kedua kalimat yang sinkron satu sama lainnya. Jika
direnungkan “Bagaimana Seharusnya,
Seharusnya Bagaimana ?”, memiliki arti yang sangat luas yang sekarang ini
rasanya dua kalimat itu sangat dekat padaku. Sering terhinggap banyak
pertanyaan dari kata “Bagaiamana” dan ketika pertanyaan itu bermunculan, yang
pertama terbayang adalah jawaban “Seharusnya”. Penasaran maksud dari dua
kalimat tersebut, jadi begini sebenarnya.
Setiap kehidupan pasti ada
gejolak-gejolak yang menghampiri, entah itu datang dari kita sendiri, keluarga
ataupun pertemanan. Banyak pertanyaan yang aku rangkum dalam otak dan aku juga
memiliki jawaban tersendiri mengenai pertanyaanku. Tetapi mungkin bagi yang
membacanya akan menafsirkan sesuatu pengertian yang beda mengenai dua kalimat
ini. Pertama dari kehidupanku, aku merasa memiliki banyak kekurangan yang
sampai sekarang belum bisa terealisasikan. Dan yang membuat kekuranganku belum
bisa terealisasikan adalah aku sendiri. Dengan sekarang aku menjadi mahasiswi
yang setahun lagi akan bergelar sarjana, sangat sulit bagiku untuk ini dan itu.
Mulai dari biaya kehidupan perkuliahan, aku hanya bisa meminta uang saku yang
tiap bulannya diberikan oleh orang tuaku. Terkadang aku tidak bisa memanage
uangku sendiri, entah itu godaan darimana yang membuat aku ingin membeli ini
dan itu tanpa berpikir panjang. Padahal aku sama sekali tidak berpikiran uang
saku yang diberikan oleh orang tua sulit untuk dicari. Sementara aku disini
hanya menunggu transferan uang, lalu menaik di ATM dan menggunakannya. Pernah
suatu ketika, tepat di depan kampusku, aku berjalan dengan santainya usai
perkuliahan berlangsung. Aku menghampiri salah satu pedagang yang tujuannya tak
lain akan membeli yang ia jual.
“Pak satu ya ?”, pintaku pada pedagang
tersebut.
“Iya mba. Abis kuliah atau mau kuliah mba ?”, tanya
seorang pedagang.
“Abis kuliah pak, baru aja selesai kuliah. Ini tadi
juga abis dari ATM ambil uang”. Jawabku lengkap.
“Enak ya tinggal ngambil uang mba” katanya dengan
nada pelan.
“Alhamdulillah pak, tapi ya gini, namanya anak
rantauan, kadang kalau telat dikirim gak tau gimana pak, mau minjam teman
kadang gak enak”, nadaku pelan sedikit tersenyum.
“Iya mba, apalagi yang namanya cari uang itu susah,
saya aja jualan gini kadang hanya mencukupi kebutuhan saja, tapi mau gimana
lagi ya, emang kayak gini”. Ceritanya pelan.
“Eh iya pak, sama saja. Kadang saya juga berpikir
gimana orang tua mencarikan anaknya uang untuk keperluan sekolah, apalagi
anaknya gak cuma satu”, cetusku.
“Yah, semoga aja mbanya sukses dah, jadi bisa bantu
orang tuanya nanti”, ucap pedagang tersebut dengan ramah.
“Aamiin pak, semoga saja, rasanya juga pengen cepat
lulus dan wisuda, terus kerja pak, pengen ngerasain gimana mencari uang biar
ngebantu orang tua”, jawabku lagi.
Dari kejadian itu aku berpikir
kembali, bagaimana seharusnya aku ? Seorang pedagang saja mencari nafkah dengan
berjualan, apalagi ketika aku melihat pedagang-pedagang lainnya yang berjajaran
didepan kampusku. Merasa kasihan, merasa sedih melihat dagangannya yang sepi
pembeli. Rezeki memang telah diatur, tinggal bagaimana seharusnya kita berusaha
mendapatkan rezeki tersebut dengan cara yang halal. Banyak orang yang sampai
pengorbanannya dia tidak merasakan kelelahan dan tidak mengontrol dirinya. Satu
helaian kertas uang saja bisa membuat mereka mengorbankan energi, jerih payah
dan semangat pantang menyerah. Ini salah satu contoh baik dari beberapa
pedagang. Demi keluarga, mereka tak henti-hentinya menjajakan dagangannya dari
pagi sampai menjelang maghrib. Aku merasa iri dengan mereka, semangatku masih
kurang bila dibandingkan dengan mereka. Aku yang muda masih saja mengeluh,
datang kuliah untuk belajar, istirahat dan makan, begitu setiap harinya. Disisi
lain aku tidak berpikir panjang bagaimana seterusnya. Ini yang membuat aku iri
dengan semangat yang dimiliki oleh orang-orang yang tak pernah kenal kata
“mengeluh”. Mengeluh memang membuat “manja” pada diri sendiri, dan manja
membuat kita menjadi malas. Jika malas, maka kesuksesan akan jauh dan tak bisa
untuk diraih. Hari ini, besok dan seterusnya hindari kata “mengeluh”, dan
seharusnya menjalaninya dengan sikap yang sabar, bersyukur setiap harinya,
jangan membuang waktu untuk waktu yang tidak penting, karena waktu ibarat uang.
Jika waktu tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, waktu akan cepat pergi.
Jika waktu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka akan terlihat hasil dari aktivitas
yang tak pernah kau tinggalkan sedikitpun. Jadi bagaimana seharusnya kamu, atau
saat ini juga kamu seharusnya bagaimana ?
Bukan hanya itu saja pertanyaanku
yang belum terealisasikan. Tetapi masih ada lagi dan lagi, hingga akhirnya
semua pertanyaanku itu bisa terealisasikan nantinya. Pernah suatu ketika, ada
seorang saudara mengatakan “kamu kapan
kerja ?”. Temanmu udah kerja lhoo
dengan gaji sekian. Dalam hati, pertanyaan itu sangat menyentuh, mengetuk
hatiku untuk bisa mewujudkan sesuatu dengan caraku sendiri. Aku merasakan
seperti dibanding-bandingkan dengan profesi teman yang sekarang sudah menerima
gaji. Pertanyaan yang tak bisa kulupakan adalah “kamu kapan, kamu kapan, dan kamu kapan?”. Sebuah pertanyaan yang
menyeretku untuk terus bergerak, bertindak dan melakukan dengan tekad yang
gigih serta niat yang benar-benar yakin, bahwa suatu saat aku pasti bisa
melakukan dan merealisasikan semuanya, Insya Allah. Hanya saja sekarang belum
waktunya, bergelut dalam dunia kampus yang tiap harinya bertemu dengan
laboratorium farmasi. Yang setiap harinya komat-kamit dengan tujuan
berlomba-lomba mendapatkan hasil yang memuaskan. Tak hanya itu, perjuangan
untuk meraih gelar sarjana farmasi tak semudah membalikkan telapak tangan.
Terkadang malam menjadi tonggak perjuangan, waktu istirahat terkorbankan demi
sebuah cita-cita, impian dan harapan. Mata yang harus bertahan lama untuk
melihat, energi maksimal dan tangan yang harus kuat untuk menuliskan huruf demi
huruf dan angka demi angka. Hingga bangun subuh usai sholat pun, harus kembali
belajar. Beginilah aku dalam proses meraih sarjana farmasi dan apoteker.
Di dunia ini hal apa yang tak di
perjuangkan, semua harus diperjuangkan untuk menyambung hidup. Sekeras apapun
itu, tetap diperjuangkan untuk hasil yang membanggakan. Jangan banyak mengeluh,
hidup itu sederhana jikala tiap harinya selalu bersyukur atas nikmat yang
diberikan. Yang kamu perjuangkan, perjuangkanlah selagi kamu bisa, selagi
semangatmu masih berkobar. Perjuangkan dengan caramu sendiri, maka akan tiba
pada saat kamu bisa melihat hasil dari perjuangan kamu sendiri. Betapa banyak
senyum dan hati yang bahagia, betapa orang terdekatmu membanggakanmu, dan
betapa dunia ini pun memelukmu dengan memperlihatkan hasil dari karya kamu
sendiri, karya anak bangsa Indonesia. Dan bagaimana seharusnya sekarang
memposisikan diri, bergelut dengan duniamu untuk merealisasikan cita-cita,
impian dan harapan. Setelah semuanya terealisasikan, tinggal seharusnya bagaimana
kamu memanage semua hasilnya. Untuk para pejuang seperti aku, mari kita
perjuangkan apa yang kita perjuangkan, agar dunia tersenyum dan memelukmu atas
hasil karyamu.
Subhnallah rangkaian kata yang mampu menciptakan energi untuk terus bergerak, terimakasih motivasinya kakak.
BalasHapusterus semangat... :)