Jumat, 02 Oktober 2015

Bagaimana Seharusnya, Seharusnya Bagaimana ?


             Dua kalimat yang sinkron, yang baru saja aku sadari memiliki banyak arti, pertanyaan, dan menyangkut pengalamanku. Sebenarnya ini bukan apa-apa, sekedar iseng aja buat tulisan dari kedua kalimat yang sinkron satu sama lainnya. Jika direnungkan “Bagaimana Seharusnya, Seharusnya Bagaimana ?”, memiliki arti yang sangat luas yang sekarang ini rasanya dua kalimat itu sangat dekat padaku. Sering terhinggap banyak pertanyaan dari kata “Bagaiamana” dan ketika pertanyaan itu bermunculan, yang pertama terbayang adalah jawaban “Seharusnya”. Penasaran maksud dari dua kalimat tersebut, jadi begini sebenarnya.
            Setiap kehidupan pasti ada gejolak-gejolak yang menghampiri, entah itu datang dari kita sendiri, keluarga ataupun pertemanan. Banyak pertanyaan yang aku rangkum dalam otak dan aku juga memiliki jawaban tersendiri mengenai pertanyaanku. Tetapi mungkin bagi yang membacanya akan menafsirkan sesuatu pengertian yang beda mengenai dua kalimat ini. Pertama dari kehidupanku, aku merasa memiliki banyak kekurangan yang sampai sekarang belum bisa terealisasikan. Dan yang membuat kekuranganku belum bisa terealisasikan adalah aku sendiri. Dengan sekarang aku menjadi mahasiswi yang setahun lagi akan bergelar sarjana, sangat sulit bagiku untuk ini dan itu. Mulai dari biaya kehidupan perkuliahan, aku hanya bisa meminta uang saku yang tiap bulannya diberikan oleh orang tuaku. Terkadang aku tidak bisa memanage uangku sendiri, entah itu godaan darimana yang membuat aku ingin membeli ini dan itu tanpa berpikir panjang. Padahal aku sama sekali tidak berpikiran uang saku yang diberikan oleh orang tua sulit untuk dicari. Sementara aku disini hanya menunggu transferan uang, lalu menaik di ATM dan menggunakannya. Pernah suatu ketika, tepat di depan kampusku, aku berjalan dengan santainya usai perkuliahan berlangsung. Aku menghampiri salah satu pedagang yang tujuannya tak lain akan membeli yang ia jual.
Pak satu ya ?”, pintaku pada pedagang tersebut.
“Iya mba. Abis kuliah atau mau kuliah mba ?”, tanya seorang pedagang.
“Abis kuliah pak, baru aja selesai kuliah. Ini tadi juga abis dari ATM ambil uang”. Jawabku lengkap. 
“Enak ya tinggal ngambil uang mba” katanya dengan nada pelan.
“Alhamdulillah pak, tapi ya gini, namanya anak rantauan, kadang kalau telat dikirim gak tau gimana pak, mau minjam teman kadang gak enak”, nadaku pelan sedikit tersenyum.
“Iya mba, apalagi yang namanya cari uang itu susah, saya aja jualan gini kadang hanya mencukupi kebutuhan saja, tapi mau gimana lagi ya, emang kayak gini”. Ceritanya pelan.
“Eh iya pak, sama saja. Kadang saya juga berpikir gimana orang tua mencarikan anaknya uang untuk keperluan sekolah, apalagi anaknya gak cuma satu”, cetusku.
“Yah, semoga aja mbanya sukses dah, jadi bisa bantu orang tuanya nanti”, ucap pedagang tersebut dengan ramah.
“Aamiin pak, semoga saja, rasanya juga pengen cepat lulus dan wisuda, terus kerja pak, pengen ngerasain gimana mencari uang biar ngebantu orang tua”, jawabku lagi.

            Dari kejadian itu aku berpikir kembali, bagaimana seharusnya aku ? Seorang pedagang saja mencari nafkah dengan berjualan, apalagi ketika aku melihat pedagang-pedagang lainnya yang berjajaran didepan kampusku. Merasa kasihan, merasa sedih melihat dagangannya yang sepi pembeli. Rezeki memang telah diatur, tinggal bagaimana seharusnya kita berusaha mendapatkan rezeki tersebut dengan cara yang halal. Banyak orang yang sampai pengorbanannya dia tidak merasakan kelelahan dan tidak mengontrol dirinya. Satu helaian kertas uang saja bisa membuat mereka mengorbankan energi, jerih payah dan semangat pantang menyerah. Ini salah satu contoh baik dari beberapa pedagang. Demi keluarga, mereka tak henti-hentinya menjajakan dagangannya dari pagi sampai menjelang maghrib. Aku merasa iri dengan mereka, semangatku masih kurang bila dibandingkan dengan mereka. Aku yang muda masih saja mengeluh, datang kuliah untuk belajar, istirahat dan makan, begitu setiap harinya. Disisi lain aku tidak berpikir panjang bagaimana seterusnya. Ini yang membuat aku iri dengan semangat yang dimiliki oleh orang-orang yang tak pernah kenal kata “mengeluh”. Mengeluh memang membuat “manja” pada diri sendiri, dan manja membuat kita menjadi malas. Jika malas, maka kesuksesan akan jauh dan tak bisa untuk diraih. Hari ini, besok dan seterusnya hindari kata “mengeluh”, dan seharusnya menjalaninya dengan sikap yang sabar, bersyukur setiap harinya, jangan membuang waktu untuk waktu yang tidak penting, karena waktu ibarat uang. Jika waktu tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, waktu akan cepat pergi. Jika waktu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka akan terlihat hasil dari aktivitas yang tak pernah kau tinggalkan sedikitpun. Jadi bagaimana seharusnya kamu, atau saat ini juga kamu seharusnya bagaimana ?
            Bukan hanya itu saja pertanyaanku yang belum terealisasikan. Tetapi masih ada lagi dan lagi, hingga akhirnya semua pertanyaanku itu bisa terealisasikan nantinya. Pernah suatu ketika, ada seorang saudara mengatakan “kamu kapan kerja ?”. Temanmu udah kerja lhoo dengan gaji sekian. Dalam hati, pertanyaan itu sangat menyentuh, mengetuk hatiku untuk bisa mewujudkan sesuatu dengan caraku sendiri. Aku merasakan seperti dibanding-bandingkan dengan profesi teman yang sekarang sudah menerima gaji. Pertanyaan yang tak bisa kulupakan adalah “kamu kapan, kamu kapan, dan kamu kapan?”. Sebuah pertanyaan yang menyeretku untuk terus bergerak, bertindak dan melakukan dengan tekad yang gigih serta niat yang benar-benar yakin, bahwa suatu saat aku pasti bisa melakukan dan merealisasikan semuanya, Insya Allah. Hanya saja sekarang belum waktunya, bergelut dalam dunia kampus yang tiap harinya bertemu dengan laboratorium farmasi. Yang setiap harinya komat-kamit dengan tujuan berlomba-lomba mendapatkan hasil yang memuaskan. Tak hanya itu, perjuangan untuk meraih gelar sarjana farmasi tak semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang malam menjadi tonggak perjuangan, waktu istirahat terkorbankan demi sebuah cita-cita, impian dan harapan. Mata yang harus bertahan lama untuk melihat, energi maksimal dan tangan yang harus kuat untuk menuliskan huruf demi huruf dan angka demi angka. Hingga bangun subuh usai sholat pun, harus kembali belajar. Beginilah aku dalam proses meraih sarjana farmasi dan apoteker.
            Di dunia ini hal apa yang tak di perjuangkan, semua harus diperjuangkan untuk menyambung hidup. Sekeras apapun itu, tetap diperjuangkan untuk hasil yang membanggakan. Jangan banyak mengeluh, hidup itu sederhana jikala tiap harinya selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan. Yang kamu perjuangkan, perjuangkanlah selagi kamu bisa, selagi semangatmu masih berkobar. Perjuangkan dengan caramu sendiri, maka akan tiba pada saat kamu bisa melihat hasil dari perjuangan kamu sendiri. Betapa banyak senyum dan hati yang bahagia, betapa orang terdekatmu membanggakanmu, dan betapa dunia ini pun memelukmu dengan memperlihatkan hasil dari karya kamu sendiri, karya anak bangsa Indonesia. Dan bagaimana seharusnya sekarang memposisikan diri, bergelut dengan duniamu untuk merealisasikan cita-cita, impian dan harapan. Setelah semuanya terealisasikan, tinggal seharusnya bagaimana kamu memanage semua hasilnya. Untuk para pejuang seperti aku, mari kita perjuangkan apa yang kita perjuangkan, agar dunia tersenyum dan memelukmu atas hasil karyamu.
           

1 komentar:

  1. Subhnallah rangkaian kata yang mampu menciptakan energi untuk terus bergerak, terimakasih motivasinya kakak.
    terus semangat... :)

    BalasHapus