Aku
adalah seorang anak jalanan. Dari kecil pekerjaanku hanyalah memungut
sampah-sampah bekas untuk sekedar makan dengan uang yang tak pernah cukup aku
dapatkan. Cuma uang receh Rp. 500 itu yang bisa aku dapatkan, sehari
penghasilanku dari memungut sampah tak secukup yang aku harapkan. Sepotong roti
saja susah untuk aku dapatkan tapi aku tak pernah berhenti berusaha untuk
mendapatkan uang untuk menyambung hidupku. Aku anak yatim tak punya seorang
ayah. Ketika ayahku dulu mengemis-ngemis di jalanan dengan menggendongku
sewaktu aku masih kecil. Beberapa mobil singgah ketika lampu merah itu menyala,
seketika itupun ayahku mengemis-ngemis dengan keadaan yang lemah karena tiga
hari tak pernah makan hanya karena untuk mencarikan sekertas uang untuk
membelikan ibuku obat. Kulihat keringat itu menetes di dahi ayahku, sambil
menggendongku dia terus berjalan dan berjalan tanpa memperhatikan dirinya.
Masih ku ingat wakti itu, betapa sayangnya ayahku kepada
ibuku. Sungguh nyata, pengorbananya tak henti karena kasih dan cintanya. Tapi
semua itu terampas dengan mobil yang melaju begitu cepat sehingga ayahku
tertabrak. Ketika itu aku merengek karena lapar, ayahkupun langsung cepat-cepat
pergi membelikanku makanan tapi ketika ia balik. Ayahku tertabrak mobil dan
hari itupun jua tangisanku semakin keras tak tahu apa yang sedang terjadi
karena aku masih berumur 2 tahun. Orang-orang mulai berkerumunan, darah
berceceran di jalanan itu. Akupun tak tahu siapa yang menggendongku waktu itu untuk
pulang ke rumah. Mengapa semua begitu cepat terjadi. Hari-haripun mulai
kujalani bersama ibuku, untung saja ada tetanggaku yang berbaik hati merawat
aku dan ibuku. Mungkin karena rasa kasihan kepada aku dan ibuku, aku tak tahu.
Empat tahun kemudian, aku mulai mencari uang seperti
almarhum mencari uang untuk ibuku dan untukku. Dari tutup botol fres-tea aku
membuat alat musik yang sederhana untuk mengiringi lagu yang aku bawa. Uang
recehpun aku dapatkan, aku merasa sangat senang meskipun itu tak banyak.
Mungkin buat orang lain itu sedikit, tapi buatku sangat berharga. Betapa
susahnya mendapatkan uang receh dengan modal ngamen di jalanan. Selain menguras
tenaga dan suara, aku tak pernah lelah jika melihat ibuku yang semakin hari
semakin tak berdaya karena penyakitnya. Apa yang harus aku perbuat, sehari aku
Cuma bisa mengumpulkan uang Rp. 5.000 itupun belum cukup untuk makan
sehari-hari. Hati sangat pedih melihat dan merenungi nasib seperti ini, memakai
seragam merah-putih saja aku ingin sekali. Sangat menginginkannya tapi apa daya
buat makan saja belum cukup, merawat ibuku tiap hari dan memberi makan. Setiap
pagi aku melihat anak-anak seusiaku berjalan sekolah, akupun pernah
mengikutinya. Melihat-lihat suasana bagaimana anak itu bersekolah, aku ingin seperti
mereka Tuhan. Bisa bersekolah dan mencapai akhir dengan sebuah kesuksesan.
“Aduh jangan mikir tinggi-tinggi, tau diri donk??”, ucapku dalam hati kecilku
sembari merundukkan wajah.
Kehidupan yang sangat tidak terbatas dan tidak tercukupi
sampai akhirnya ibuku meninggal dunia karena tak sanggup menjalani hidup.
Tangisanku yang dulu kini terulang kembali ketika ibuku pergi, aku sendiri dan
sendiri. Tak punya siapa-siapa lagi. Sungguh malang nasibku menjadi yatim piatu
dan pengamen jalanan. Tapi inilah kehidupan, aku percaya aku yakin suatu saat
aku pasti bisa mencari uang dengan tidak mengamen lagi. Aku yakin itu, Tuhan
Maha Adil kepada umat-umatnya. Aku terus berjalan selangkah demi selangkah ku
lalui untuk tetap mencari uang sebagai penyambung hidupku, tetap tegar dan
percaya diri. Aku mensyukuri apa yang telah Kau berikan kepadaku, Sungguh Kau
Maha Pengasih dan Penyayang.
Semangat yaa, sukses terus buat tulisan - tulisannyaa . . :)
BalasHapusOkee kak, bca yg lain lgi mmpung aku udah uplode tuu... :)
Hapus