Kamis, 24 Januari 2013

Anak Jalanan Oleh Selfia Mona Peggystia



                Aku adalah seorang anak jalanan. Dari kecil pekerjaanku hanyalah memungut sampah-sampah bekas untuk sekedar makan dengan uang yang tak pernah cukup aku dapatkan. Cuma uang receh Rp. 500 itu yang bisa aku dapatkan, sehari penghasilanku dari memungut sampah tak secukup yang aku harapkan. Sepotong roti saja susah untuk aku dapatkan tapi aku tak pernah berhenti berusaha untuk mendapatkan uang untuk menyambung hidupku. Aku anak yatim tak punya seorang ayah. Ketika ayahku dulu mengemis-ngemis di jalanan dengan menggendongku sewaktu aku masih kecil. Beberapa mobil singgah ketika lampu merah itu menyala, seketika itupun ayahku mengemis-ngemis dengan keadaan yang lemah karena tiga hari tak pernah makan hanya karena untuk mencarikan sekertas uang untuk membelikan ibuku obat. Kulihat keringat itu menetes di dahi ayahku, sambil menggendongku dia terus berjalan dan berjalan tanpa memperhatikan dirinya.
            Masih ku ingat wakti itu, betapa sayangnya ayahku kepada ibuku. Sungguh nyata, pengorbananya tak henti karena kasih dan cintanya. Tapi semua itu terampas dengan mobil yang melaju begitu cepat sehingga ayahku tertabrak. Ketika itu aku merengek karena lapar, ayahkupun langsung cepat-cepat pergi membelikanku makanan tapi ketika ia balik. Ayahku tertabrak mobil dan hari itupun jua tangisanku semakin keras tak tahu apa yang sedang terjadi karena aku masih berumur 2 tahun. Orang-orang mulai berkerumunan, darah berceceran di jalanan itu. Akupun tak tahu siapa yang menggendongku waktu itu untuk pulang ke rumah. Mengapa semua begitu cepat terjadi. Hari-haripun mulai kujalani bersama ibuku, untung saja ada tetanggaku yang berbaik hati merawat aku dan ibuku. Mungkin karena rasa kasihan kepada aku dan ibuku, aku tak tahu.
            Empat tahun kemudian, aku mulai mencari uang seperti almarhum mencari uang untuk ibuku dan untukku. Dari tutup botol fres-tea aku membuat alat musik yang sederhana untuk mengiringi lagu yang aku bawa. Uang recehpun aku dapatkan, aku merasa sangat senang meskipun itu tak banyak. Mungkin buat orang lain itu sedikit, tapi buatku sangat berharga. Betapa susahnya mendapatkan uang receh dengan modal ngamen di jalanan. Selain menguras tenaga dan suara, aku tak pernah lelah jika melihat ibuku yang semakin hari semakin tak berdaya karena penyakitnya. Apa yang harus aku perbuat, sehari aku Cuma bisa mengumpulkan uang Rp. 5.000 itupun belum cukup untuk makan sehari-hari. Hati sangat pedih melihat dan merenungi nasib seperti ini, memakai seragam merah-putih saja aku ingin sekali. Sangat menginginkannya tapi apa daya buat makan saja belum cukup, merawat ibuku tiap hari dan memberi makan. Setiap pagi aku melihat anak-anak seusiaku berjalan sekolah, akupun pernah mengikutinya. Melihat-lihat suasana bagaimana anak itu bersekolah, aku ingin seperti mereka Tuhan. Bisa bersekolah dan mencapai akhir dengan sebuah kesuksesan. “Aduh jangan mikir tinggi-tinggi, tau diri donk??”, ucapku dalam hati kecilku sembari merundukkan wajah.
            Kehidupan yang sangat tidak terbatas dan tidak tercukupi sampai akhirnya ibuku meninggal dunia karena tak sanggup menjalani hidup. Tangisanku yang dulu kini terulang kembali ketika ibuku pergi, aku sendiri dan sendiri. Tak punya siapa-siapa lagi. Sungguh malang nasibku menjadi yatim piatu dan pengamen jalanan. Tapi inilah kehidupan, aku percaya aku yakin suatu saat aku pasti bisa mencari uang dengan tidak mengamen lagi. Aku yakin itu, Tuhan Maha Adil kepada umat-umatnya. Aku terus berjalan selangkah demi selangkah ku lalui untuk tetap mencari uang sebagai penyambung hidupku, tetap tegar dan percaya diri. Aku mensyukuri apa yang telah Kau berikan kepadaku, Sungguh Kau Maha Pengasih dan Penyayang.

2 komentar:

  1. Semangat yaa, sukses terus buat tulisan - tulisannyaa . . :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Okee kak, bca yg lain lgi mmpung aku udah uplode tuu... :)

      Hapus